Monday, August 10, 2009

Price to Earning Rasio atau P/E

Sulit menyangkal, price to earning ratio (PER) alias P/E adalah angka yang paling populer dan paling penting dalam menganalisis nilai pasar suatu saham. Tentu saja, P/E tidak bisa sepenuhnya menggambarkan kondisi sebuah perusahaan. Namun, investor dan analis menganggap P/E sebagai rasio yang paling mampu mencerminkan kinerja suatu perusahaan.


PRICE to Earning ratio atau kerap disingkat P/E dipopulerkan oleh mendiang Benjamin Graham. Di dunia investasi, Graham telah dianggap sebagai Father of Value Investing alias Bapak Investasi sekaligus mentor Warren Buffet. Graham mengajarkan, P/E adalah salah satu cara tercepat dan termudah untuk menentukan suatu saham diperdagangkan untuk tujuan investasi atau hanya untuk spekulasi.

Definisi price to earning ratio adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih per saham dari suatu perusahaan.

Itu berarti, sebelum bisa menghitung P/E, investor harus lebih dulu mengetahui laba bersih per saham atau earning per share (EPS). Cara menghitung EPS adalah membagi laba bersih suatu perusahaan dengan jumlah saham yang beredar.

Contohnya, perusahaan XYZ pada semester pertama 2009 membukukan laba bersih senilai Rp 100 miliar. Adapun, jumlah saham yang beredar mencapai 10 miliar saham. Berarti, laba bersih per sahamnya adalah Rp 10 (Rp 100 miliar : 10 miliar).

Jika EPS sudah ketemu, investor akan dengan mudah menentukan P/E dari saham XYZ, yakni tinggal menghitung harga saham dibagi laba bersih per sahamnya.

Taruhlah, kemarin saham XYZ berada pada harga Rp 100 per saham. Itu berarti, P/E saham XYZ adalah 10 kali (Rp 100 : Rp 10). P/E 10 kali berarti harga saham XYZ ditransaksikan pada 10 kali laba bersihnya.

Lantas, bagaimana memakai angka P/E tersebut untuk menentukan nilai atau valuasi suatu saham? Tentu saja, untuk menentukan suatu saham masih murah atau sudah malah, kita harus membandingkan P/E saham tersebut dengan P/E industri atau P/E saham perusahaan lain yang bergerak di sektor yang sama.

Umumnya, investor beranggapan, jika P/E saham XYZ tadi lebih rendah ketimbang P/E industri atau saham perusahaan lain, saham XYZ masih murah sehingga layak dibeli. Tapi, penilaian ini bisa saja salah. Sebab, P/E yang lebih rendah kadangkala mengindikasikan kinerja buruk atau suatu masalah di perusahaan itu.

Sebaliknya, P/E yang lebih tinggi sering diartikan harga sahamnya sudah mahal dan tak lagi cukup menguntungkan jika dibeli. Tapi, bisa jadi, P/E yang tinggi mencerminkan ekspektasi kinerja perusahaan ke depan akan jauh lebih bagus daripada kondisi saat ini. Alhasil, investor berharap harga sahamnya akan naik. Karena ekspektasi ini, investor bersedia membayar lebih tinggi ketimbang saham lain.


Published: KONTAN, 27 Juni 2009

2 comments: