Monday, August 10, 2009

Enterprise Value (EV)

Enterprise value (EV) adalah salah satu indikator yang membantu investor menentukan nilai suatu perusahaan. EV bisa memberikan gambaran lebih akurat tentang nilai perusahaan ketimbang kapitalisasi pasar dari suatu perusahaan.



UNTUK mencari saham yang masih murah, investor kerap memakai indikator rasio harga saham terhadap nilai buku atau price to book value (PBV) dan perbandingan harga saham terhadap laba bersih atau price to earning ratio (PER). Tapi, investor sebenarnya juga bisa memakai nilai perusahaan atau enterprise value (EV) sebagai indikator.

Bahkan, rasio EV terhadap nilai buku (EV/B) atau laba bersih (EV/E) suatu perusahaan bisa lebih akurat menggambarkan nilai suatu perusahaan ketimbang PBV dan PER. Sebab, EV tidak hanya menghitung kapitalisasi pasar suatu saham, namun juga ikut menghitung utang, kas, serta hak minoritas suatu emiten.

Kapitalisasi pasar, yang berasal dari hasil pengalian harga saham dengan jumlah saham, sejatinya tidak lebih dari label harga dari suatu perusahaan. Sedangkan EV mencerminkan nilai sebenarnya dari suatu perusahaan. EV mencerminkan kemampuan sebuah perusahaan menghasilkan arus kas positif di masa-masa mendatang.

Karena itu, transaksi akuisisi lebih sering memakai indikator EV ketimbang harga pasar. Sebab setelah mengakuisisi suatu perusahaan, si pengakuisisi juga harus membayar utang perusahaan yang diakuisisinya.

Cara menghitung EV adalah menambahkan kapitalisasi pasar dengan utang, dikurangi total kas bersih neraca perusahaan. Adapun, kas bersih adalah kas dan setara kas dikurangi kewajiban lancar yang telah dikurangi aset lancar. Jika nilai aset lancar lebih besar daripada kewajiban lancar, tidak ada penyesuaian dalam hitungan kas bersih. Dengan kata lain, kas bersih diambil dari angka kas dan setara kas di neraca.

Ambil contoh, harga saham perusahaan XYZ adalah Rp 10 per saham dan jumlah saham yang beredar 20 juta saham. Jadi, kapitalisasi pasarnya Rp 200 juta. Neraca keuangan XYZ menunjukkan perusahaan ini memiliki kas bersih Rp 150 juta dan utang senilai Rp 50 juta. Alhasil, EV perusahaan XYZ adalah Rp 100 juta (Rp 200 juta + Rp 50 juta - Rp 150 juta).

Bayangkan, ada dua perusahaan sama-sama memiliki kapitalisasi pasar Rp 200 juta. Keduanya juga tidak memiliki utang. Tapi, perusahaan ABC tidak punya kas di tangan, sedangkan XYZ mempunyai kas Rp 150 juta. Tentu, investor akan memilih membeli perusahaan XYZ. Sebab, pada prinsipnya, investor hanya membeli XYZ seharga Rp 50 juta karena ia langsung menerima kas Rp 150 juta.

Atau, bisa jadi, kondisi ABC dan XYZ punya kapitalisasi pasar sama besar dan kas sama besar. Tapi, ABC mempunyai utang sedangkan XYZ tidak. Logikanya, investor akan memilih perusahaan yang tanpa utang.

Nilai perusahaan juga bisa negatif. Itu berarti, perusahaan mempunyai total kas lebih besar ketimbang kapitalisasi pasar dan utangnya. Kondisi ini menguntungkan bagi investor. Sebab, perusahaan lebih leluasa berekspansi di masa mendatang.


Published: KONTAN, 11 Juli 2009

No comments:

Post a Comment